Teng..!! Teng...!!
Lonceng berdentang dua kali, pertanda pelajaran pertama selesai. Itu berarti, waktunya murid-murid di SD Sukamaju beristirahat. Unyil, Usro, dan Meilani bergegas membenahi peralatan sekolahnya, lalu memasukkannya ke dalam tas.
Lonceng berdentang dua kali, pertanda pelajaran pertama selesai. Itu berarti, waktunya murid-murid di SD Sukamaju beristirahat. Unyil, Usro, dan Meilani bergegas membenahi peralatan sekolahnya, lalu memasukkannya ke dalam tas.
"Baiklah,
anak-anak. Pelajaran berhitung untuk hari ini cukup kita sudahi dulu. Selamat beristirahat, anak-anak. Sampai bertemu di pelajaran selanjutnya. Selamat siang..."
kata Pak Raden, guru sekaligus wali di kelas tersebut menutup pelajaran.
"Selamat siang,
Pak Raden..." jawab anak-anak serempak.
Semenit kemudian, anak-anak tampak berhamburan ke luar
kelas. Sebagian bermain kelereng, sebagian yang lain bermain petak
umpet. Sementara itu, Unyil mengajak Usro ke warung Bu Bariah.
"Sro,
makan yuk. Aku habis dikasih uang saku lebih nih. Lumayaaan, cukup buat beli rujaknya
Bu Bariah yang katanya enak itu," Unyil mengajak Usro, sahabatnya.
"Ayo,"
Usro mengiyakan. "Tapi, aku
ditraktir ya?" lanjutnya sambil terkekeh.
"Siap,
Bos," jawab Unyil seraya meletakkan tangan kanannya di depan mata,
meniru sikap hormat.
Kedua sahabat itu pun melenggang ke warung, samping sekolah. Tetapi, tunggu dulu. Rupanya di sekolah tersebut, anak-anak dilarang keluar sekolah pada jam-jam pelajaran meski sedang istirahat sekalipun. Karena di sekolah tersebut sudah ada koperasi yang tidak hanya menyediakan peralatan sekolah saja tetapi juga makanan dan minuman. Jadi, murid-murid tidak perlu lagi keluar dari area sekolah sebelum pelajaran selesai. Nah, untuk mengantisipasi murid-murid yang bandel, pintu pagar sekolah dijaga ketat oleh dua orang satpam yaitu pak Ogah dan pak Ableh.
Unyil dan Usro tampak celingak-celingak di dekat pintu pagar. Setelah memastikan tidak ada siapa pun yang berjaga di pos satpam, keduanya pun bernafas lega.
"Amaaan... Kita bisa keluar, Nyil," bisik Usro kepada sahabatnya itu.
"Hei,
mau kemana kalian?" Kelegaan Unyil dan Usro tidak bertahan lama.
Tiba-tiba tanpa sepengetahuan mereka, Pak Ogah, sudah
berdiri di belakangnya.
"Hmm...
Kalian ketangkap basah mau kabur dari sekolah ya?! Bapak akan laporkan kalian ke
wali kelas. Biar kalian dapat hukuman karena sudah melanggar aturan
sekolah," kata pak Ogah lebih lanjut.
"Jangan
dong, Pak. Saya cuma mau beli Rujak di warung Bu Bariah," sahut Unyil.
Berharap Pak Ogah tertarik dengan gagasannya.
"Wah,
kamu mau beli rujak?" air liur Pak Ogah mendadak menetes. "Enak juga nih, siang-siang gini makan rujak,"
pikirnya.
Unyil memang cerdik, begitu melihat Pak Ogah yang
tertarik dengan rujak, buru-buru melanjutkan kata-katanya.
"Nanti saya kasih sebungkus deh buat Pak Ogah. Asal, kami diijinkan
keluar sekolah. Sebentaar.. aja. Gimana, Pak?" Unyil berkata dengan
mata yang berkedip-kedip. Pak Ogah pun kalah, pintu gerbang sekolah akhirnya
terbuka lebar buat Unyil dan Usro.
********
Sepuluh menit kemudian, Unyil dan Usro
sudah kembali lagi ke sekolah dengan perut yang menggendut.
"Kenyang
sekali. Ternyata rujak Bu Bariah benar-benar enak ya, Sro." kata Unyil
sambil menepuk-nepuk perutnya.
"Iya.
Benar sekali, Nyil. Tak kusangka rujak Bu Bariah akan selezat ini. Ditraktir
tiap hari pun aku mau," balas Usro sambil meringis kenyang. Unyil pun
membalas balik dengan menoyor kepala sahabatnya itu.
Setelah memberikan rujak buat Pak Ogah yang tadi
sudah mengijinkan keduanya ke luar sekolah, kedua sahabat itupun masuk ke
kelas. Rupanya, teman-temannya sudah masuk kelas terlebih dulu, termasuk Meilani,
sahabatnya.
"Kalian
dari mana? Kok tadi ga kelihatan?" tanya Meilani.
"Ehm.. ehm..”
jawab Unyil sambil berpikir. Melihat Unyil yang tampak kebingungan, Usro lalu menimpal, “Sebenarnya, kami istirahat di ruang UKS, Mei, badan kami kurang enak.”
"Iya, betul Mei. Tadi kami istirahat di ruang UKS," Unyil mengangguk-angguk, mengiyakan.
********
Pelajaran kedua pun dimulai. Di depan kelas tampak Pak Raden sedang memberikan
pelajaran menggambar. Anak-anak mengikuti pelajaran dengan
antusias. Tapi tidak demikian dengan Unyil dan Usro. Keduanya mulai mengaduh
kesakitan.
"Aduuh, perutkuuu..." rintih Unyil dan Usro berbarengan sambil memegangi perutnya masing-masing. Suaranya makin lama makin keras hingga terdengar oleh Pak Raden.
"Unyil,
Usro, kenapa mukamu pucat sekali?" tanya Pak Raden.
"Mereka
sakit, Pak. Tadi pas istirahat juga tidak kelihatan. Ternyata mereka berdua di
UKS, Pak," kali ini Meilani mewakili Unyil dan Usro menjawab.
"Betulkah
itu, Unyil? Kalau memang sakit, kamu berdua Bapak ijinkan pulang sekolah lebih
awal," pak Raden akhirnya berbaik hati mengijinkan Usro dan Unyil
pulang.
"Saya
minta maaf, Pak, karena sebenarnya..." jawab Unyil gugup sambil
menunduk. Kalimatnya terputus karena menahan nyeri di perutnya.
"Benar, Pak, kami minta maaf sudah berbohong." Usro melanjutkan
kalimat Unyil.
Serentak teman-temannya yang semula tengah asyik menggambar, menghentikan pekerjaannya dan menengok ke arah Unyil dan Usro. Ingin mengetahui cerita Unyil lebih lanjut.
"Kami
sakit perut karena tadi makan rujaknya Bu Bariah di warung sebelah sekolah."
Unyil pun akhirnya mengaku.
"Hha,
kamu berdua sudah bersalah karena melanggar aturan sekolah. Tapi Bapak
memaafkan kalian karena sudah mengakui kesalahan kalian itu," kata Pak
Raden penuh bijaksana.
"Terima
kasih, Pak," sahut Unyil dan Usro lega.
"Tapi,
tunggu dulu. Kalian tetap Bapak beri hukuman. Sekarang pulang dan besok kalian
harus menyerahkan gambar hasil karya kalian. Mengerti?" lanjut Pak Raden
dengan tegas.
"Baik,
Pak," Unyil dan Usro menyahut serempak. Keduanya pun meninggalkan
kelas dengan tertatih-tatih sambil manahan sakit di perutnya, diikuti pandangan
teman-temannya yang menatap keduanya dengan iba.
"Itulah,
anak-anak. Hari ini kalian mendapatkan pelajaran berharga. Setiap aturan yang
dilanggar, pasti akan ada hukumannya. Kalau sekolah tidak bisa memberikan
hukuman, pasti Tuhan yang akan memberikan hukuman yang setimpal," kata
Pak Raden lebih lanjut, menasehati murid-muridnya.
Anak-anak mengangguk-anggukkan kepala. Dalam hatinya, mereka berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang baru saja dilakukan oleh Unyil dan Usro. Tak lama kemudian, anak-anak sudah sibuk kembali dengan peralatan menggambarnya masing-masing. Pelajaran menggambar adalah pelajaran kesukaan mereka. Kelas pun kembali
tenang.
*********** SAMPAI JUMPA ************
PS:
Ditulis dalam rangka membantu Pak Raden yang saat ini sedang berjuang keras untuk mendapatkan kembali hak kepemilikan tokoh rekaannya, Si Unyil.
0 c o m m e n t s:
Post a Comment
leave your footprint here and it will be my pleasure :)