Showing posts with label (just) writing. Show all posts
Showing posts with label (just) writing. Show all posts


0 c o m m e n t s

Tuhan, semalam tadi aku sedikit berdoa
dan kini Kau memberiku lebih
aku didera malu bertubi-tubi
.....

#repost
*tweet 63 days ago*

rindu yang sebenarnya...



0 c o m m e n t s
rindu yang sebenarnya adalah dua puluh tiga tahun yang lalu 
saat menari bersamamu berkejaran di antara 
kunang-kunang malam 
berkebyaran

rindu yang sebenarnya adalah dua puluh tiga tahun yang lalu
saat tertawa bersamamu berlarian di antara 
tumpukan jerami padi 
berjajaran

rindu yang sebenarnya adalah dua puluh tiga tahun lalu yang terhitung kini
saat sembilan jam berharga tanpa celah
ada kita yang berebut cerita
dan segalanya berhambur
tanpa jeda 


****
lumire, 11 juli 2012

Menunggu



0 c o m m e n t s
Aku menatap sekilas arloji yang melekat di tangan kiri. Jarum pendek menunjuk angka empat. Itu berarti sebentar lagi kamu akan tiba di rumah. Aku bisa bayangkan kamu yang sedang menuju lokasi parkir, bergegas membuka pintu mobil, menyalakan mesin seraya mengucap doa, lalu menyapa petugas parkir, dan saat ini kamu sudah berada di jalan raya, memacu kendaraan dengan kecepatan sedang, bergumul dengan kemacetan khas ibukota.

Di teras depan rumah mungil kita ini, aku menunggu kepulanganmu. Berteman secangkir teh chamomile hangat yang sedari tadi masih kupegang erat di tangan. Kusesap airnya sedikit-sedikit dan kuhirup aroma wangi renyahnya tak henti-henti. Seperti mukaku yang jua tak henti-hentinya tersenyum. Tak sabar mengabarkan berita gembira ini.

Kuelus pelan perutku yang masih rata. Aku terkikik geli. Aku belum terbiasa. Ya, ada calon kehidupan baru sedang terlelap di sana. Baru tiga minggu. Aku mengetahuinya dari dokter kandungan yang tadi pagi kutemui. Benar, ini anugrah. Ini karunia terbesar dalam hidup kami. Terang saja, karena setelah empat tahun menunggu akhirnya Tuhan mempercayakannya kepada kami. 

Gara-Gara Rujak Bu Bariah



0 c o m m e n t s

Teng..!! Teng...!! 

Lonceng berdentang dua kali, pertanda pelajaran pertama selesai. Itu berarti, waktunya murid-murid di SD Sukamaju beristirahat. Unyil, Usro, dan Meilani bergegas membenahi peralatan sekolahnya, lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Baiklah, anak-anak. Pelajaran berhitung untuk hari ini cukup kita sudahi dulu. Selamat beristirahat, anak-anak. Sampai bertemu di pelajaran selanjutnya. Selamat siang..." kata Pak Raden, guru sekaligus wali di kelas tersebut menutup pelajaran.

"Selamat siang, Pak Raden..." jawab anak-anak serempak.

Semenit kemudian, anak-anak tampak berhamburan ke luar kelas. Sebagian bermain kelereng, sebagian yang lain bermain petak umpet. Sementara itu, Unyil mengajak Usro ke warung Bu Bariah.

"Sro, makan yuk. Aku habis dikasih uang saku lebih nih. Lumayaaan, cukup buat beli rujaknya Bu Bariah yang katanya enak itu," Unyil mengajak Usro, sahabatnya.

"Ayo," Usro mengiyakan. "Tapi, aku ditraktir ya?" lanjutnya sambil terkekeh.

"Siap, Bos," jawab Unyil seraya meletakkan tangan kanannya di depan mata, meniru sikap hormat.

lost my summer



0 c o m m e n t s
picture taken from here

when the rains met the storms
and when the thunders told to the hurricanes,
chased and shouted each other

i knew, i just lost my summer 





bulan kedua



0 c o m m e n t s
Sebentar lagi, bulan kedua segera berlalu
tapi tidak begitu dengan rinduku,
-yang diam-diam masih tertuju padamu-
tidakkah kau tahu itu?

Mati Suri



0 c o m m e n t s
Siapa yang menyabotase nyawaku
semalam tadi?

Ibu, Sebenar-benar Guruku



0 c o m m e n t s

photo credit here

Bu,

Untuk sekian kalinya aku tulis surat dan tak pernah bosannya aku menulis cerita tentangmu. Tapi ini bukan lagi ceritaku tentang kuliah atau curhatku tentang kekasih seperti yang dulu selalu aku sampaikan ke Ibu. Tapi ini cerita tentang semua kisah kita dulu, Bu. Berharap saja, aku masih bisa mengingat semuanya. Tapi tunggu dulu, kali ini Ibu tak perlu lagi membalasnya. Ibu cukup membacanya saja karena tulisanku kali ini lebih mudah dibaca dan tersusun rapi. Tentu saja, karena suratku kali ini aku ketik. Aku masih ingat tiap kali menerima suratku. Makin hari bukannya makin rapi, tulisanku malah makin ga jelas dibaca :)

Hm, entah kenapa ya Bu, dulu aku suka sekali cerita lewat surat. Padahal melalui telepon pun kita sebenarnya bisa. Katamu, biar aku terbiasa menulis. Katamu, biar suatu saat aku bisa mencipta satu cerita panjang. Aku pun berharap begitu, Bu. Nyatanya, sampai sekarang cerita-ceritaku hanya teronggok di laci meja. Tak kunjung selesai. Dan sekarang, rasa-rasanya aku sudah lama sekali tak pernah cerita lagi ke Ibu. Sepertinya, kau pun tak mau lagi baca kisah-kisahku mengingat tulisanku yang makin acak-acakan.

"Mata Ibu pedas baca tulisanmu, Nak. Mata Ibu makin menua."

Sejak itu, aku tak pernah lagi berkirim surat. Kita berbagi cerita di teras rumah, di meja dapur, atau di depan tv yang menyala. Meski, lagi-lagi aku yang mendominasi cerita, toh Ibu selalu berbinar mendengar semua ceritaku. Bu, Aku baru sadar tentang alasanmu yang mulai enggan baca kisahku. Itu karena kesehatanmu yang sudah mulai menurun.




Kemari,
Turunlah dari singgasana. Dan rinduku akan kubagi cuma-cuma.

Suatu saat kamu pasti mengerti



0 c o m m e n t s
"Aku heran kenapa kita nggak bisa seperti dulu lagi," keluhmu sore itu. Dari kejauhan, siluet pepohonan tampak menggelap. Senja sudah berada di batasnya, berteduh berdiam semalaman hingga keesokannya harus kembali berjaga. Aku masih memperhatikan semburatnya saat tersadar kalimatmu masih berlanjut.

"Kenapa sih, kita nggak bisa cerita-cerita lagi, bercanda lagi, tertawa lagi. Ah, seolah semua cerita kita saat ini dipaksakan ada." Ada kekecewaan yang kutemukan dalam nada suaramu kali ini. Aku masih tak peduli. Aku masih ingin menikmati senja sore ini sebelum lenyap tertelan bayang-bayang malam.

"Kayla, ini aku bicara," nadamu mulai tinggi. "Kamu itu sahabatku..."

"Karena sudah seharusnya semuanya berubah, Ben. Kita nggak mungkin lagi bisa seperti dulu-dulu lagi." Kali ini aku yang bicara. Aku sadar suaraku meluruh nyaris tak terdengar.

"Memangnya kenapa?"

Aku kembali diam. Tanpa kusadari, senja menggelincir pelan tenggelam di balik deretan awan. Sial, aku melewatkannya. Gelap mulai mengelilingi kami. Aku ingin segera mengakhiri kebekuan ini semua. Segera aku beranjak tanpa tanpa menggamit lengannya penuh manja seperti biasanya.

"Maafkan aku, Ben. Aku menghindarimu karena itu hal terbaik yang bisa kulakukan untuk tidak mengharapkanmu lebih. Suatu saat nanti kamu pasti mengerti kalau cinta tak harus saling memiliki." Aku berbisik dalam hati.


0 c o m m e n t s
Melihatmu sekali, 
terjatuh aku dalam tatap matamu yang teduh. 
Menjelmakanku dalam cinta. 
Aih...


Ps.
ikut-ikutan galau gara-gara #cecintaan nya mba @lalapurwono -_-

Cinta Buta: Saya Pernah Tuh



0 c o m m e n t s
Apa? Cinta buta? Saya pernah ngalamin beberapa tahun yang lalu. Waktu saya masih kuliah dan baru putus dari mantar pacar sebelumnya. Saya ketemu dengannya juga dalam keadaan kebetulan. Salah seorang teman mencoba menghibur dengan mengajak saya ke salah satu pertunjukan band indie di kota pelajar tersebut. Di situ, saya dikenalkan dengan salah satu vokalis. Saya kira ga perlu ya disebut namanya. Nah, dasarnya saya suka nyeplos, saya langsung bilang kalau suka dengan performancenya. Itu pernyataan jujur sih. Saya benar-benar suka. Dan terhibur, tentunya. Ups, ternyata eh ternyata dia kakak teman saya. Sumpah deh, saya sempat malu saat itu. Masih terbayang bagaimana merahnya muka saya ini. Mujurlah, kejadiannya saat itu malam hari jadi saya merasa diberkati. Hhaha..

Rasaku



0 c o m m e n t s
picture taken from here

inikah rasayang kurasa,
tersudut yang terpasung,
ketika kulihat bunda masihsaja memasak air mata,
sajian kasihsayang sejati, abadi, dan ...


*tulisan lawasmendadak kangen ibu' T_T 


Dear Papa: buku penuh cinta untuk ayah



0 c o m m e n t s

Dear Papa... #5

Buku penuh cinta persembahan untuk para ayah dari anak-anaknya.

Berawal dari project #DearPapa yang diselenggarakan nulisbuku dan diprakarsai sama mba Lala (@lalapurwono) & mba Meity (@MeityIskandar) yang bikin timeline saya sukses mabuk kebayang sama rayuan-rayuannya dan at least meracuni saya buat ikut-ikutan nulis. Hm, dan nyatanya saya sangat bergairah termakan racunnya :D (racun yang baik *puk puk)

Nah, di buku ini tulisan-tulisannya kebanyakan (emang dimintanya sih) lebih menyerupai surat cinta, cihuy... *mata langsung kedip-kedip genit. Jadi, bisalah dibayangin gimana wujudnya, hm.. mirip-mirip Chicken Soup for The Soul atau Gift From The Heart gitu deh (ketinggian ga sih ngayalnya?? *cepet bangunin saya). Tapiii.. terlepas dari semua itu, yang bikin buku makin keren adalah karena proyek ini bentuknya charity. Jadi, semua hasil penjualan buku dikumpulin terus disampaikan ke salah satu panti jompo yang ada di surabaya :)

Eh eh eh, tulisan saya sendiri ada di bagian tengah. Kalo ga salah sih, di halaman 58. Baca ya? Baca ya? Belinya bisa lewat nulisbuku, atau kirim via surel ke admin@nulisbuku.com

Karena Aku, Anak Ayah!



0 c o m m e n t s

Picture taken from here

Ayah,

Mengingatnya saja sudah membuatku berkaca-kaca. Entah, serasa ada relung yang tersentil. Mendadak ada yang menyesaki rongga tempatku bernafas. Ya, selalu saja ada rasa getar tiap kali menyebut namanya. Aku tahu alasannya kenapa. Tentu saja! Karena aku, anak Ayah. Ibu juga mengakui begitu. Barangkali karena aku yang selalu dimanjanya dibanding adikku. Barangkali karena aku anak perempuan satu-satunya. Barangkali karena, ah, entah aku tak punya cukup alasan kenapa Ayah selalu memperlakukanku dengan lembut. Meski Ayah bukanlah teman diskusiku yang tak lebih baik daripada Ibu. Meski Ayah bukanlah seseorang yang bisa mendengarkan curhatanku seperti yang biasa Ibu lakukan. Tapi, Ayah punya rasa cinta yang besar terhadapku. Wajar, kalau sampai sekarang aku masih ingin selalu bergelayut di pundaknya. Erat memeluknya hingga terbuai dalam kanvas mimpi. Tapi, lagi-lagi rasanya itu sulit sekali karena aku sudah tak tinggal bersama mereka lagi -Ayah dan Ibu- karena pekerjaanku mengharuskannya begitu. Tetapi tetap saja, aku anak Ayah!!

Miss you, crazy idea



0 c o m m e n t s
Belakangan ini, entah kenapa saya seringkali merasa stuck. Sementara banyak ide-ide yang mostly crazy yang terlewat, terbersit, terlintas di dalam naungan sel-sel kelambu otak saya. Tapi itu semua tetap tidak menggugah gairah saya untuk menulis. Saya lebih suka membiarkan ide-ide tersebut tetap berkeliaran di otak saya, dan sampai akhirnya saya menyadari ide-ide tersebut sudah lenyap berganti dengan ide gila lainnya.
Meski, saya tau pokok dari permasalahan ini: kemalasan saya sendiri untuk menulis. Tapi saya masih suka menyalahkan kota ini (baca: metropolitan) sebagai penyebab kemampetan ide brillian saya.

I n s o m n i a



0 c o m m e n t s
Selamat pagi, Jakarta
Hingga detik ini saya masih terjaga berbalut gerah

Kartu Pos dari Jauh



0 c o m m e n t s
kesetiaan bangku kayu pada taman yang
basah,
janji lumut pada batu beribu tahun,
inilah ciumanku yang panjang: dalam hujan
panas perapian dan sepi gurun ketika angin
istirah,
kabut menyaksikan dari jauh.

biru sekali pagi datang,
ungu sekali mimpi menghilang.


#repost dari blog lama yang sengaja terbengkalai

P e l u h



0 c o m m e n t s

Tetap hanya peluh,
peluh yang harus terbasuh,
meski seribu satu kafan, sejuta parang,
berikan nafas ...

#repost from here 

G e r i m i s



0 c o m m e n t s

gerimis telah runtuh
sangat perlahan

bumi disentuh
kala dalam sedu sedan

karena penat
oleh dendamnya sendiri sarat
tak sanggup diubahnya





older post