Miss you, crazy idea



0 c o m m e n t s
Belakangan ini, entah kenapa saya seringkali merasa stuck. Sementara banyak ide-ide yang mostly crazy yang terlewat, terbersit, terlintas di dalam naungan sel-sel kelambu otak saya. Tapi itu semua tetap tidak menggugah gairah saya untuk menulis. Saya lebih suka membiarkan ide-ide tersebut tetap berkeliaran di otak saya, dan sampai akhirnya saya menyadari ide-ide tersebut sudah lenyap berganti dengan ide gila lainnya.
Meski, saya tau pokok dari permasalahan ini: kemalasan saya sendiri untuk menulis. Tapi saya masih suka menyalahkan kota ini (baca: metropolitan) sebagai penyebab kemampetan ide brillian saya.

Pas awal-awal tinggal di sini sih, saya anggap itu hal yang wajar karena saya masih berkutat dengan social living adaptation. Lah, kalau udah 3 (tiga) taon masih juga stuck namanya apa coba? Saya yang jadi bego ato karena another bad factor?
Pernah suatu ketika saya ceritakan kekesalan ini pada seorang teman yang ngakunya seorang penyair. *Jarang-jarang ada penyair yang mau dicurhati. So, big thx buat Mas G.A :)* Dan, voila, saya ga sendiri! Rupanya dia juga mengalami hal yang sama *Yess, akhirnya ada teman :D Bedanya, dia bisa mengatasi hal itu dengan moving on. Ya, dia pindah ke daerah yang jauh dari hiruk-pikuk kota khas metropolitan.
Nah, saya jadi kepikiran adakah relevansi antara kota metropolitan dengan kecermelangan ide-ide seseorang? Barangkali bukan kotanya yang mestinya disalahkan. Salah atau benar, kota tetap aja tegak berdiri kokoh. Iya kan? Tapi sebenarnya lebih pada pola hidup di metropolitan itulah yang jadi penyebab kemampatan ide.
Jadi, mau pilih yang mana nih sekarang. Tetap bertahan pada ide-ide gila biar tetap ngalir ato mengikuti pola hidup ala Metropolitan? Tuhan, kalau diperbolehkan sih saya mau pilih dua-duanya :)

0 c o m m e n t s:

Post a Comment

leave your footprint here and it will be my pleasure :)

newer post older post