Cinta Buta: Saya Pernah Tuh



0 c o m m e n t s
Apa? Cinta buta? Saya pernah ngalamin beberapa tahun yang lalu. Waktu saya masih kuliah dan baru putus dari mantar pacar sebelumnya. Saya ketemu dengannya juga dalam keadaan kebetulan. Salah seorang teman mencoba menghibur dengan mengajak saya ke salah satu pertunjukan band indie di kota pelajar tersebut. Di situ, saya dikenalkan dengan salah satu vokalis. Saya kira ga perlu ya disebut namanya. Nah, dasarnya saya suka nyeplos, saya langsung bilang kalau suka dengan performancenya. Itu pernyataan jujur sih. Saya benar-benar suka. Dan terhibur, tentunya. Ups, ternyata eh ternyata dia kakak teman saya. Sumpah deh, saya sempat malu saat itu. Masih terbayang bagaimana merahnya muka saya ini. Mujurlah, kejadiannya saat itu malam hari jadi saya merasa diberkati. Hhaha..

Jadi singkat cerita, dalam hitungan hari kami langsung dekat dan semakin dekat. Hei, you know what I mean lah ya. Saya yang sedang patah hati mendadak mendapat teman baru yang bisa kasih semangat baru bagi saya. Dalam masing-masing hari di minggu pertama, dia selalu bertanya kabar. Bahkan, kadang dia kasih kejutan dengan mendadak datang ke kos tanpa kasih tahu sebelumnya. Atau menitipkan chocolate kesukaan saya ke salah satu teman kalau misalnya saya masih di kampus. Hm, saya jadi tersanjung. Lambat laun, pastilah saya mulai terhibur dan perasaan sedih mulai berkurang.

Minggu kedua, saya diajak serta untuk melihat pertunjukan band indie nya. Jadi, pada saat dia dan teman-temannya sedang performance, saya duduk menunggu di belakang. Saat itu, saya baru sadar kalau kami punya band favorit yang sama. U2. Ya, dia membawakan salah satu lagu dari band Irlandia tersebut, (you’ve got) stuck in a moment. Dan tahukah? Tatapannya tak pernah lepas dari saya. Jleb. I like flying without wings.

Minggu ketiga, saat kami sedang makan malam bersama secara tak sengaja dia menemukan blocknote yang memang saya gunakan khusus untuk menulis tulisan-tulisan saya. Ada beberapa yang lebih tepat disebut sajak. Ada beberapa yang berupa cerita mini yang tak pernah selesai saya buat. Saat menemukan tulisan dan meminta beberapa di antaranya untuk dijadikan lagu buat band dia, entah kenapa saya mengiyakan saja. Mungkin karena saya sedang dalam keadaan cinta buta dengannya. Beberapa lembaran kertas akhirnya tersobek dan berpindah pemilik. Padahal, saya sendiri tak pernah mengijinkan salah satu teman saya menyobek notes tersebut sebelumnya. Janggal memang kalau saya pikir-pikir lagi, terlebih lagi saya tak punya salinan puisi tersebut. Huft, nasi sudah jadi bubur. Kalau pun saya menyesal sekarang tak ada gunanya lagi, toh tulisan saya tersebut juga ga akan balik lagi.

Minggu keempat, entah kenapa hubungan kami mendadak meregang. Awalnya saya tak menyadari karena kebetulan saya sudah mulai sibuk dengan persiapan pertunjukan teater yang akan saya pentaskan bersama beberapa teman di kampus. Namun saat itu saya belum juga sadar karena saat pertunjukan pun dia masih menyempatkan datang menonton. Bahkan, teman-temannya yang tak lain adalah personil dari bandnya juga dia ajak serta. Setelah pertunjukan selesai, kami masih tertawa bersenda gurau. Dan, saya belum juga menyadari ada hal yang aneh dengan dirinya karena saat itu saya sendiri masih diliputi euphoria. Tentu saja, karena dalam pertunjukan tersebut, saya dan teman-teman membutuhkan persiapan yang tak kurang dari tiga bulan. Jadi, wajar saja kalau malam itu saya sedang bahagia. Bahagia karena pertunjukan kami sukses dan bahagia karena dia datang secara khusus untuk melihat pertunjukan saya langsung.

Malam harinya, saat dia bertandang ke kos saya. Barulah saya menyadari kejanggalan tersebut. Sayangnya, malam itu tak dapat saya ungkapkan langsung. Saya lebih tertarik untuk diam. Rupanya, dia juga memilih untuk melakukan hal yang sama. Diam. Saya merasa waktu lebih menyerupai siput yang berjalan begitu lambat. Kami sempat bersenandung lagu yang sama “just wonna say something.” Ya, kami menyenandungkan lagu yang sama dan di waktu yang bersamaan. Bukan dalam kesengajaan. Sayang sekali, pada detik berikutnya kami kembali terdiam. Hingga akhirnya, dia berdiri dan berpamitan. Ternyata, malam itu adalah malam terakhir kami bertatap muka. Esoknya, saya mendapat kabar dari adiknya, yang tak lain adalah teman saya kalau dia berniat kembali ke pacar sebelumnya. Untunglah, saya tak menyesali kepergiannya. Saya justru menyesali puisi saya yang dia bawa pergi. Hubungan yang aneh. Jadi, saya ga merasa begitu kehilangan dan tetap tenang karena saya juga akan mengatakan hal yang sama ^^

_______________

Tulisan ini diikutsertakan dalam penulisan flash fiction #FF #CintaButa yang diadakan oleh nulisbuku. *malu pokoknya kalo suruh inget-inget lagi *ngumpet balik bantal x_x

Banyak cerita, pada saat menuliskan cerita konyol ini. Jadi, saya tau tantangan menulis ini udah dalam menit-menit terakhir via tweetnya @nulisbuku. Gosh, waktu tinggal 15 menit lagi dari deadline pengiriman #FF #Cintabuta. Saya yang dasarnya suka dapat ide in the last minute, jadi  pengin coba-coba ikutan juga.

Buru-buru saya buka laptop. Belum juga loading, mata saya langsung tertuju pada nyala sinyal baterai yang berubah warna, dari ijo ke merah. Gosh, laptop saya lowbatt  :(
At least, saya coba ketikkan di handphone smart saya ini. Yess, finish!! Pas liat ke weker, masih 4 menit lg. Serasa dikejar maling, dengan perasaan dag dig dug ga jelas, akhirnya saya berhasil mengirimkan #FF tersebut ke @nulisbuku.

Finally, alhamdulillah yaa :)

xoxo,

0 c o m m e n t s:

Post a Comment

leave your footprint here and it will be my pleasure :)

newer post older post