Picture taken from here |
Ayah,
Mengingatnya saja sudah membuatku berkaca-kaca. Entah, serasa ada relung yang tersentil. Mendadak ada yang menyesaki rongga tempatku bernafas. Ya, selalu saja ada rasa getar tiap kali menyebut namanya. Aku tahu alasannya kenapa. Tentu saja! Karena aku, anak Ayah. Ibu juga mengakui begitu. Barangkali karena aku yang selalu dimanjanya dibanding adikku. Barangkali karena aku anak perempuan satu-satunya. Barangkali karena, ah, entah aku tak punya cukup alasan kenapa Ayah selalu memperlakukanku dengan lembut. Meski Ayah bukanlah teman diskusiku yang tak lebih baik daripada Ibu. Meski Ayah bukanlah seseorang yang bisa mendengarkan curhatanku seperti yang biasa Ibu lakukan. Tapi, Ayah punya rasa cinta yang besar terhadapku. Wajar, kalau sampai sekarang aku masih ingin selalu bergelayut di pundaknya. Erat memeluknya hingga terbuai dalam kanvas mimpi. Tapi, lagi-lagi rasanya itu sulit sekali karena aku sudah tak tinggal bersama mereka lagi -Ayah dan Ibu- karena pekerjaanku mengharuskannya begitu. Tetapi tetap saja, aku anak Ayah!!
Hahay, saat ini aku sedang tak ingin menghabiskan bergulung tisu. Tak akan ada cerita sedih di sini. Ayah pastinya juga lebih setuju kalau aku bercerita saat-saat aku masih kecul dulu. Baiklah, banyak kisah semasa kecil yang kurajut bersamanya dan hingga kini masih tersimpan rapi di sel-sel kelambu ingatanku. Masih kuingat dengan jelas saat-saat malam menjelang seringkali aku memaksanya jalan-jalan sepanjang pematang. Dan, tentu saja aku punya alasan. Menikmati purnama? Itu pasti! Tapi bukan itu saja. Aku suka sekali kunang-kunang. Entahlah, dulu aku penasaran sekali dengan kerlap-kerlip di kepalanya. Bisakah tetap berpendar di siang hari? Selalu itu tanyaku. Haha, rasa penasaran seorang bocah lima tahun terjawab sudah. Suatu kali kunang-kunang kutangkap sedapatnya dan kubawa pulang. Kutatapi siang malam. Saat itu terlihat sekali kebahagiaanku dan Ayah akan datang memeluk mencium pipiku yang gembung. Ayah, aku sukaaa sekali...
Ayah juga yang selalu mendiamkanku tiap kali aku menangis. Bukan Ibu karena saat-saat itu Ibu terlalu sibuk dengan kehadiran adikku. Hm, saat-saat itu entah alasan apa yang selalu membuatku ingin menangis keras. Mencari-cari perhatian Ibu, barangkali. Kuakui, tangisku memang cukup lama. Dan keras. Dan aku masih mengingatnya sampai sekarang. Dan tahukah? Tangisku baru akan berhenti kalau Ayah sudah mendekatiku, mengiyem-iyem hatiku, menepuk-nepuk pundakku, dan menggendongku di punggungnya. Hha, nyaman sekali rasanya. Inginlah aku mengulangnya saat-saat itu. Dasar, anak Ayah!
Tapi, bukan berarti dulu Ayah selalu baik terhadapku. Pernah suatu kali Ayah mengajakku ke pasar pagi. Katanya, aku mau dibelikan jajanan kesukaanku, clorot dan cenil. Senangnyaa... hampir semua jajanan di pasar akhirnya bisa aku beli tanpa pernah sekalipun ditolak Ayah. Nyatanya rasa senangku tak berlangsung lama. Begitu tiba di rumah, aku dipaksa minum jamu. Rupanya tanpa sepengetahuanku, Ayah ke pasar untuk membelikanku jamu biar aku mau makan nasi karena saat-saat kecil aku memang susah sekali makan. Hi, aku bergidik. Membayangkan rasa pahitnya saja, aku sudah mual. Alhasil, Ayah mengejar dan mencengkeram pergelangan tanganku erat-erat dengan bantuan Ibu. Anehnya, Ayah tak mengabaikanku yang sudah meronta-ronta dan menangis keras. Tetap saja, aku dipaksa untuk meminumnya. Aku baru tahu dari Ibu kalau rupanya saat itu tengah dicekokin biar doyan makan nasi. Oiya, saking ga sukanya sama nasi, Ayah kerapkali berkelakar kalau saat-saat masih kecil (baca: balita) aku sudah menghabiskan telur dan susu formula hingga tiga truk pasir. Haha, kurasa itu berlebihan. Tapi, memang begitulah yang selalu dikatakan. Ah, lagi-lagi aku jadi terharu mengingatnya. Pastilah kalau saat ini ada di hadapanku sudah kupeluk erat dari tadi.
Terang saja, ceritaku takkan pernah habis selama berujung pada kata 'Ayah.' Bahkan hingga sekarang, berharap sepenggal kisahku tentang Ayah bukan lagi sekedar ingatan namun dapat kubingkai seperti yang saat ini sedang aku coba lakukan. Karena aku, anak Ayah!!
____________
*ditulis dalam rangka ikut-ikutan project nulis #DearPapa yang diselenggarakan sama @nulisbuku. semoga bukan sekedar ikut-ikutan belaka, tapi lebih hingga menyerupai candu ^^
0 c o m m e n t s:
Post a Comment
leave your footprint here and it will be my pleasure :)