Selamatkan Saya dari Tatapan Burung Hantu



0 c o m m e n t s
Memikirkan masa kecil, mendadak jadi teringat kalau dulu sekitar usia 4 tahun hingga akhirnya duduk di bangku 3 SD, saya sempat punya ketakutan luar biasa terhadap burung hantu. Terlebih kalau melihat lingkungan tempat saya tinggal, hm nggak terkira deh. Jadi, rumah saya ini di kampung dimana posisinya paling belakang di antara rumah lainnya. Rumah dikelilingi kebun kosong tepat di samping kiri dan belakang rumah, sedangkan areal persawahan membentang di sisi kanan. Jadi, bisa dikatakan rumah saya ini laiknya pulau kecil nan terpencil yang berada di tengah-tengah sawah. Beruntung masih ada 4 rumah lainnya di pulau ini jadi saya nggak merasa in the middle of nowhere banget. Tapi, tetap aja terbayang kalau suasana malam hari kayak apa. Hororr!! 

Barangkali karena banyaknya kebun kosong itu, jadilah ada beberapa pohon besar yang sepertinya dijadikan tempat berkumpulnya para burung hantu. Nah, biasanya burung hantu itu mulai berkeliaran selepas senja dan entah sejak kapan juga, mendadak tiap kali dengar suaranya, muncul deh semacam perasaan takut yang amat luar biasa. Yang pasti, dalam bayangan saya saat itu, burung hantu adalah sesosok makhluk jahat yang berperangai kejam, sadis, suka menyiksa anak kecil, dan wajib dihindari. Parahnya, bayangan tentang burung hantu terus menerus terbawa dan menghantui saya sampai akhirnya saya duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Ahaha, kok bisa ya?

Jadi, tiap kali dengar suara burung hantu, sekonyong-konyong pasti deh semacam ada 'deg' di jantung saya. Secepat kilat dengan kekuatan bulan, saya akan berlari mencari tempat bersembunyi. Situasi terparah kalau si burung hantu mulai mendekat dan siulannya mulai terdengar jelas "Huuuuuuu...kk...ukkk...!" Bisa dibayangkan bagaimana piasnya muka saya saat itu. Tidak peduli tatapan bingung ibu, nenek, sodara, atau siapa pun yang sedang berkunjung di rumah, pasti saya akan langsung menuju pintu, menguncinya rapat-rapat, menutup semua korden jendela, dan tergopoh-gopoh lari ke kamar. Sembunyi di balik selimut!! 

Sawahlunto: Trapped in the middle nite



0 c o m m e n t s

Menjelang pukul 10 malam, teman sekamar mendadak ngidam martabak. Aaakk.. Sialnya, saya yang nyaris tertidur digeret-geret suruh nemeni keluar. Rupanya, sore sebelumnya dia dapat info dari resepsionis tempat kami menginap kalau dekat-dekat penginapan menuju arah jembatan berderet warung-warung yang berjualan makanan. Martabak, salah satunya.

Saya sih sebenarnya nggak yakin kalau  masih ada mamang-mamang  ¾ups, kenapa saya harus menggunakan sebutan mamang di ranah Minang¾ yang masih jualan martabak di malam-malam sepi begini. Tapi, lagi-lagi saya nggak kuasa menolak. Atas nama pertemanan, akhirnya saya luluh dan mengikutinya jalan menuju jembatan.


Begitu keluar penginapan, kami mendadak semacam terhipnotis suasana malam Sawahlunto. Hening. Sunyi. Nggak ada satu pun kendaraan yang lalu lalang. Bahkan, ibarat semut pun kayaknya bakalan kedengaran kali kalau bersuara. Satu jam, dua jam kami masih berada di tempat tersebut. Menikmatinya. Dan, seketika martabak pun terlupakan.
newer post older post