Curam dan tak terlihat sama sekali bentuk sumurnya. Meski menggunakan istilah 'sumur' Jalatunda tidaklah seperti penampakan sumur pada umumnya. Permukaan air hingga bibir sumur berjarak sekitar 100 meter dengan tingkat kemiringan 90 derajat. Hm, kalau masih merasa cukup curam silahkan melongok ke dalam sumur. Saya sih ogah, hehe.. merinding!!
Jadi, dengan tampilan tersebut, Jalatunda lebih mirip kolam besar atau rawa-rawa penuh genangan air yang berwarna hijau pekat. Tanpa melongok pun, akan tampak kalau diameter sekeliling sumurnya penuh ditumbuhi lumut bercampur tanaman perdu super rimbun. Untuk mencapai tempat ini, kita harus meniti sekitar 250 anak tangga (undak-undakan) terlebih dulu. Begitu tiba di anak tangga terakhir, terdapat sebuah bangunan terbuka mirip pendopo berukuran 2mx4m yang bisa digunakan untuk berteduh. Di situ juga terdapat tumpukan batu kerikil yang terhampar beralaskan karung beras yang dijual oleh anak-anak Dieng. Sekilas nggak ada yang menarik dari tempat ini.
Daya tarik Jalatunda tidak lebih karena mitos dan asal muasalnya. Berdasar dugaan ilmiah, awalnya Jalatunda adalah kepundan atau kawah yang terbentuk akibat letusan gunung berapi jutaan tahun lalu. Kawah tersebut kemudian terisi air dan terbentuklah sumur raksasa berkedalaman ratusan meter. Dalam bahasa Jawa, Jalatunda berarti sumur yang besar dan luas.