2012th New Year's Kiss Bye from Sawarna (1)



0 c o m m e n t s
"Morniiiing, SAWARNA..."
Pagi-pagi sekitar pukul setengah enam, 31 Desember 2011 itupun mundur dari jadwal itinerary gegara mobil yang kami tumpangi ketemuan dulu sama pohon tumbang di jalanan― kami tiba di desa Sawarna dengan tampilan lusuh, mata jeruk, muka bantal ileran, plus belum mandi. Perfect morning!!

Dan, baru juga kaki menginjak tanah setelah semalaman terkungkung di mobil elf dengan kondisi AC nya yang bocor dan sukses bikin kami kegerahan sepanjang perjalanan dari JakartaBantenMalimpingBayah– Sawarna bukannya kalung bunga yang didapat, kami justru langsung disambut dengan ehm... jembatan kayu gantung yang lebarnya cuma 1 (satu) meter! Cakeeb, alhasil dengan mata terkantuk-kantuk saya mencoba melewati jembatan kayu itu dengan kaki meraba-raba papan kayu dan kedua tangan yang pegangan super kenceng di kedua sisi tali tambangnya karena landasan jembatannya yang berayun-ayun. Dan perjuangan yang susah payah dan sekuat tenaga itu pun menorehkan hasil yang gemintang. Saya berhasil melewatinya, yeiyy... *loncat-loncat kece½*buruan jalan, woii, antrian masih panjang tuh di belakang -__-


Here the list, itinerary di hari pertama. Sehabis sarapan pagi dengan menu nasi goreng pake telur dadar dan segelas teh manis hangat dari homestay kami sudah bersiap diri buat gabung backpacker lain, caving di Goa Lalay. Semangat, Kaka.. masih 1 kilometer lagiii :)


On our way to Goa Lalay. Oh my, kami seperti anak pramuka lagi. Lintas alam yow. Tapi gara-gara semalaman desa Sawarna diguyur hujan, alhasil pagi-paginya jalanan masih becyek sehingga kami harus jalan ekstra hati-hati. Too bad, karena beberapa kali terpeleset penuh kece, sandal saya (nyaris) putus di tengah perjalanan. Terpaksa deh, malak Dul H buat minjemin sandalnya. Hehe, itulah gunanya bawa teman seperjalanan, bisa saling berbagi.. *langsung dilempar sandal putus sama Dul H*


Untuk kedua kalinya, saya harus melewati jembatan kayu. Damn, yang ini kondisinya lebih parah dari sebelumnya. Beruntung saya bisa melewatinya. Yeiyy, sudah pengalaman dong saya kemudian mendadak sombong dan biar pada yakin kalau saya sudah mahir menyeberang jembatan, saya pun minta Dul H buat fotoin saya yang berpenampilan what-so-called 'jlubut' and 'klebus', huehehe.. 


Kondisi pemukiman penduduk di perkampungan Desa Sawarna menuju Goa Lalay. Sebagian besar masih berdinding bambu dan (bahkan) sebagian lagi masih beratap pelepah daun kelapa, ehm.. Tapi hey, kemana penghuninya ya? Sepi, sepertinya lagi sibuk bekerja di luar rumah nih. Dan masa sih yang saya temui cuma induk ayam doang? Petok petok petokk... *mendadak roaming


Benar juga, rupanya penduduk kampung terbiasa berangkat kerja pagi-pagi. Dan, coba lihat.. perempuan yang tengah menyeberang sungai itu. Dia bawa sabit. Yess, she brings a sickle!! Ckckckk....



Setelah jalan kaki sepanjang kurang lebih 1 km melewati pemukiman penduduk, jalan tanah setapak yang basah dan licin, areal persawahan, dan jembatan kayu yang kondisinya cukup memprihatinkan sampailah kami di mulut Goa Lalay. Legaaa!! Beruntung sekali, airnya nggak begitu tinggi jadi kami bisa masuk ke dalam. Yuhu, caving  time :)

Weiiit, berdasar hasil menguping guide sebelah kami tetap diminta hati-hati selama menyusuri goa karena (rupanya) banyak ranjau di dalam. Bener juga, karena kondisinya yang super gelap akhirnya yang tadinya saya kira batu kapur atau tanah pasir yang padat ternyata itu lumpur. Aargh.. dan beberapa kali saya kejebak masuk ke landasan yang dalem penuh lumpur. Beraatt narik kakinya. Etapi nggak papa deh asal kepala saya nggak kejedut stalagtit, pikir saya. Dan lagi-lagi upaya mengibur diri sendiri yang gagal karena nggak berapa lama tangan saya udah sibuk ngelus-elus kepala yang sempet berkenalan kasar dengan si stalagtit. Ouchh..

photo credit: Dul A
Dinamakan Goa Lalay karena terdapat banyak sekali kelelawar di dalem goa ini. Yap, nggak salah lagi karena lalay dalam bahasa Sunda artinya kelelawar.  Hho, nggak usah khawatir gitu dong, nggak nyeremin kok. Yang pasti, wajib bawa senter dan sebaiknya alas kaki (sandal) nggak usah dipakai, taruh aja diluar, aman kok. Kalau nggak bawa senter bisa ngandalin senter ponsel (kayak saya, hehe).

Pukul 12 siang, kami kembali ke homestay. Basuh-basuh kaki yang parahnya air kran di homestay mendadak mati nggak ngalir sehingga kami harus mengirit seirit-iritnya terus makan siang a la masakan rumah yang super yummy, dan terakhir kami (saya dan kedua partner of crime saya: Dul A dan Dul H) lanjut ke agenda berikutnya, bermain-main di pantai. Asyik, sudah nggak sabar sayaa.. ^^

Beruntung sekali di depan homestay, kami menemukan papan arah menuju beberapa pantai sekaligus. Cihuy, aroma liburan makin terasa. Dalam hati langsung meniatkan diri buat mengunjungi tempat-tempat tersebut. Semuanya, hhaha... I love beach, I love beach. Mari exploring pantaiiiii.. :))


Pantai pertama. Pantai Ciantir yang berpasir putih, indah permai, elok, nan rupawan #tsahh. Di sini kami bertiga sempat stuck nggak tau mau ngapain. Akhirnya, kami jalan-jalan aja sepanjang pantai, ikutan kepo gabung main bola sama anak-anak kecil, sampai nanya-nanya nggak jelas ke salah satu nelayan yang kebetulan habis menepikan perahunya.

 "Let's do an indian dancing," teriak si Dul H.
Hayuks, terajaaanaa.. hhihi. Heran juga, lama-lama kami jadi makin terlihat absurd. Engg... 
Lokasi: Pantai Pasir Putih


Setelah sekitar 20 menit berjalan menyusuri pantai Pasir Putih (Ciantir) dan melewati berpetak-petak kebun jagung, kami tiba pada satu pantai yang dibentengi oleh 2 (dua) karang besar kurang lebih setinggi 6 (enam) meter― berbentuk kerucut menyerupai layar dengan barisan karang yang memanjang di belakangnya. Yeiyy, kami sudah berada di Pantai Tanjung Layar, pantai yang selama ini cuma bisa saya liat-liat di blog orang lain ato di majalah perjalanan. And yeah, here I am now :)) *pasang muka excited


Dan, sepertinya Tanjung Layar punya beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pantai-pantai Sawarna lainnya. First, karena dibentengi oleh barisan karang Tanjung Layar menjadi serupa laguna yang tenang tanpa riak, sehingga menjadi spot favorit untuk berenang dan berendam bagi sebagian wisatawan. Then, pantai ini juga cocok buat berselancar karena memiliki ombak yang cukup bagus. Trus, karena letaknya yang tepat berada di sebelah barat, Tanjung Layar menjadi tempat yang ideal untuk menikmati senja seraya menunggu tenggelamnya matahari dengan latar belakang siluet dua karang besar tersebut tadi. Dan, the last but not least pantai Tanjung Layar itu sangat cocok banget untuk kegiatan fotografi karena hm, tentu saja kontur pantainya yang sangat unik dan didominasi oleh karang-karang indah yang sangat photogenic. So, kalau nggak ingin menyesal seperti saya, don't put off your camera, dude!! Jepret, jepret, dan jepret... :)

di balik layar :p 


Dul A, saya, dan Dul H
Udah tampil kece maksimal nih, udah mirip Lingua belum? hhihi.. :)
Lokasi: Pantai Tanjung Layar



Saya kecapekan setelah menyeberang dan mengitari pantai yang berbatu tadi. Beruntung, volume airnya masih di bawah lutut, nggak seperti pas nyebrang tadi, air lautnya bener-bener tinggi di atas lutut. Blup blup blupp... celana saya pun basah kuyub.

Sayangnya, langit masih aja mendung. Bukannya langit senja penuh nuansa perpaduan jinga, kuning, orange, merah, dan keunguan yang biasanya muncul menjelang langit berubah gelap, ini malahan gerimis kecil yang nggak saya harapkan yang justru datang. Dan, seketika itupun saya sadar kalo saya baru saja kehilangan sunset Tanjung Layar. Balik ke penginapan dengan kecewa.

Oya, selama di Sawarna saya ketemu dengan beberapa rombongan. Salah satunya, rombongan abege kece ini. Ternyata, mereka satu penginapan dengan saya. Helloo, kemana aja? Lagian yang nginep kan puluhan, mana kenal ya? Malahan yang dua orang ini paling kanan dan paling kiri  malemnya bobok bareng saya. Tapi parah, esoknya saya udah lupa nama keduanya. Ampuuuuunn....

Malemnya, saya habiskan buat ngobrol-ngobrol dengan penghuni lain di penginapan. Ah, dan sepertinya saya salah gabung di tempat ini. Selain saya udah merasa kejebak ikutan travel agent yang ternyata sangat-mengecewakan-sekali karena kami dibiarkan jalan sendiri tanpa iten yang jelas, rupanya sebagian besar penghuninya bukanlan backpacker macam saya. Mereka lebih pilih ngeluarin dana buat ngojek daripada harus jalan kaki yang hanya berjarak 200 meter. Yang mereka bawa pun, bukannya daypack toh kita cuma nginap semalem tapiiii KOPER. Astagaaa...lama-lama nggak kuat saya denger ceceritaannya.

Saya akhirnya beringsut gabung dengan kelompok lain yang tengah asyik main tebak-tebakan nama. Sebagian lagi yang lain udah tidur kecapekan. Nggak kebayang kan, setelah perjalanan hampir 9 jam dari Jakarta - Sawarna dan tanpa istirahat langsung lanjut caving ke goa Lalay kemudian menyisir pantai Pasir Putih hingga Tanjung Layar memang sepertinya tidur adalah obat mutakhir. Tapi, pas saya mau nyoba rebahan rupanya udah hampir jam 00.00 wib daaaaann.. itu artinya TAHUN 2012 bentar lagi datang. Hurayy...


Buncahan kembang api ke langit mulai keliatan dari depan penginapan. Dengan mata yang mulai lengket, kami rame-rame bergegas ke sana. Sial, jalanan ke arah pantai ternyata nggak berlampu. Alhasil saya beberapa kali nyandung kerikil, iiiish.. etapi terbayarkan kok. Sepertinya hampir semua orang yang tengah berlibur Sawarna ngumpul blek di sini. Seruuuu. Ramai sekali. Dan, yup, ini baru sekali-kalinya saya melewatkan malam tahun baru persis di pinggir pantai. Unforgettable!

What can be said in New Year rhymes,
That's not been said a thousand times?
The new years come, the old years go,
We know we dream, we dream we know.
We rise up laughing with the light,
We lie down weeping with the night.
We hug the world until it stings,
We curse it then and sigh for wings.
We live, we love, we woo, we wed,
We wreathe our prides, we sheet our dead.
We laugh, we weep, we hope, we fear,
And that's the burden of a year.
(Ella Wheeler Wilcox)

HAPPY NEW YEAR 2012 

0 c o m m e n t s:

Post a Comment

leave your footprint here and it will be my pleasure :)

newer post older post