Beta Su Pi Kupang, Kaka...



0 c o m m e n t s
Monumen Sasando
"Selamat datang di kota Kasih, Kaka.." sapa gadis-gadis cilik itu kepada kami. 

Ngga nyangka!! Saya bisa bertandang ke kota ini. Dalam benak saya, pastilah Kupang itu kota yang panas dengan pemukiman yang jarang penduduk. Eh benar juga, begitu kaki menyentuh bandara El Tari, kepala saya mendadak langsung gatal-gatal gegara kena sengatan matahari. Belum lagi, kaki saya yang hanya beralaskan sepatu terbuka― dalam hitungan menit langsung belang-belang. Oya, ralat. Bukan mataharinya yang panas, tapi udaranya. Yep, udara Kupang memang panas.

"Hm, barangkali itu pula kali ya, yang bikin penduduk sini kebanyakan jadi gelap-gelap kulitnya." *langsung ditoyor warga sekampung. Maaf, bukan maksudnya rasis yaa, tapi buat saya sendiri sih jelas ada kaitannya antara udara yang panas dan kulit yang gelap. Saya kan sering ngalamin, muka langsung gosong gara-gara panas-panasan tanpa sunscreen padahal cuma sekitar 15 menitan, dan nyatanya itu cukup sukses buat penggelapan kulit. Apalagi buat yang selamanya tinggal di kota ini? Ups, ini kenapa saya malah makin ngaco ceritanya. #salahfokus

Oke, jadi dalam perjalanan menuju hotel, tempat kami nginap, lagi-lagi saya dibuat heran (lagi). Ini kenapa dari tadi yang diliat kanan kiri cuma semak-semak pepohonan gersang doang, di mana pemukimannya? Sedari dulu bentuk-bentuk rumah penduduk menjadi salah satu daya tarik tersendiri buat saya tiap kali ada kesempatan bepergian ke daerah, jadi wajar dong kalau saya penasaran? Tidak begitu lama, rasa penasaran itu terjawab sudah. Satu per satu rumah penduduk mulai nampak. Hahh?! Lagi-lagi saya kaget dan.. heran begitu liat atap rumah-rumah tersebut: S-E-N-G. Bagaimana mungkin, mereka bisa tinggal di dalam rumah tersebut sementara udara di Kupang sendiri sangat panas. Sukses bikin saya geleng-geleng kepala. *tariiiik, mang..

Menikmati udara perkotaan yang mulai terasa panas, menunggu kejutan apalagi yang akan saya temui di jalan. Sepanjang perjalanan driver yang sudah terlihat sok akrab mulai cerita tentang kondisi geografis Kupang, terletak di atas hamparan batu karang yang tandus. Sebagian rumah menggunakan tembok kayu dan seng, dan hanya sebagian kecil yang sudah menggunakan tembok beton. 

Begitu masuk kota, kami disambut tugu kampus Universitas Nusa Cendana (Undana), yang konon kampus terbesar di kota ini. Sayangnya, mobil melaju terlalu kencang. Gagal deh niat saya buat memotretnya.

Nah, kalau ngobrolin tentang kuliner khas Kupang nih, ada baiknya kalau mencoba yang namanya Pisang Gepe, pisang bakar yang disiram air gula aren dan kacang tanah tumbuk. Konon, pisang ini banyak dijajakan di sepanjang pantai Lasiana dan dihargai 1000-2000 rupiah per biji. Berhubung saya nggak ada waktu buat bermain-main ke pantai Lasiana, jadi saya cukup mencicipinya yang bebetulan ada yang jual di deket-deket tempat kami nginap. Makanan ringan (err.. yakin nih cuma sebatas ringan?) ini merepresentasikan pencaharian keseharian masyarakat NTT sebagai penghasil pisang. Hm, sedaaapp..

late dinner at Restaurant Nelayan ;)

Kupang sukses bikin paras makin seksi nan eksotis *uhukk
Location: Hotel Kristal, KUPANG

Beta su pi Kupang, Kaka.... :))

0 c o m m e n t s:

Post a Comment

leave your footprint here and it will be my pleasure :)

newer post older post