Dieng Culture Festival [1]: Cukuran Anak Gimbal Dieng



0 c o m m e n t s

Dieng Culture Festival (DCF) merupakan pesta rakyat terbesar di pegunungan Dieng, tepatnya di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng, kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah yang diselenggarakan setahun sekali. Fetival ini mencakup atraksi seni budaya, pagelaran wayang kulit, dan pameran kerajinan khas masyarakat Dieng. Puncaknya adalah prosesi ruwatan terhadap anak-anak Dieng yang berambut gimbal. Dalam istilah Jawa disebut gembel, yaitu rambut yang tumbuh menggumpal dan lengket.


Dalam prosesi tersebut, ritual diawali dengan kirab dari kediaman pemangku adat masyarakat Dieng menuju lokasi ruwatan di komplek candi Arjuna. Anak-anak gimbal Dieng yang akan dicukur dikenakan ikat kepala warna putih, diarak keliling kampung dengan dinaikkan ke dalam kereta delman yang dikawal oleh manggolo yudho serta diiringi dengan berbagai macam kesenian daerah setempat. Kirab diikuti oleh para sesepuh, tokoh masyarakat, kelompok paguyuban seni tradisional, masyarakat setempat, dan wisatawan tentunya. Sayangnya, saya nggak sempat ikutan kirab karena justru lagi melipir ke sumur Jalatunda *gigit-gigit rumput :(

Sesampainya di komplek candi Arjuna, anak-anak gimbal yang siap dicukur tadi dibawa menuju ke Sendang Maerakotjo atau Sendang Sedayu untuk dilakukan penjamasan (pencucian). Air yang digunakan untuk jamasan juga nggak sembarangan karena berasal dari beberapa tuk (mata air) yaitu tuk Bimalukar, tuk Sendang Buana (kali Bana), tuk Kencen, tuk Goa Sumur, kali Pepek, dan tuk Pitu (tuk Sibido).

Selesai prosesi penjamasan, anak-anak gimbal dikawal menuju pelataran candi Puntadewa yang berada di kompleks candi Arjuna, tempat dimana akan dilakukan ritual berikutnya, pencukuran. Potongan rambut-rambut gimbal tersebut selanjutnya dilarung di telaga.


Konon, rambut-rambut gimbal ala penyanyi reggae tersebut bukanlah genetik yang bisa diwariskan secara turun-temurun. Siapapun anak Dataran Tinggi Dieng berpeluang memiliki rambut gimbal. Biasanya si anak akan mengalami demam tinggi terlebih dulu. Kalau sudah demikian, anak-anak yang akhirnya berambut gimbal tersebut akan dianggap istimewa sebagai berkah yang akan membawa keberuntungan. Mereka diperlakukan layaknya raja karena diyakini juga sebagai anak bajang titipan Ratu Laut Selatan. Para orang tua harus memenuhi permintaan si anak, apapun bentuknya, demi menolak bala dan menghindari bencana yang bisa saja terjadi di masa depan si anak. Nggak usah heran kalau semua permintaannya akan dituruti orang tuanya hingga masa rambut gimbalnya untuk dipotong.

Uniknya, meski sudah dipotong berulang kali, rambut tersebut akan terus tumbuh gimbal. Agar pertumbuhan rambut bisa kembali normal, diperlukan upacara khusus semacam ruwatan. Prosesi inipun harus dilaksanakan atas dasar keinginan si anak, bukan kemauan orang tuanya. Adanya tradisi yang harus dijalankan dalam penyelenggaraan prosesi ruwatan ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Itulah kenapa akhirnya ruwatan hanya diadakan setahun sekali ¾biasanya sebelum bulan puasa Ramadhan, tepat puncak perayaan DCF diselenggarakan sebagai ajang jual diri pariwisata daerah setempat.

Sesuai dengan daya pikir anak-anak seusianya, permintaan anak-anak Dieng yang diruwat pun macam-macam dari yang wajar hingga yang terdengar aneh dan mengundang sorak tawa pengunjung DCF. Apa yang terlintas dalam pikirannya, itulah yang dia minta. Ada yang meminta sepeda, uang jajan sebesar 1000 rupiah dan 100 rupiah, anting-anting emas, dua botol Milkuat dan Milkita, seekor kambing, sepuluh butir telur ayam, dan lima mangkok bakso plus seekor ayam jago. Siapa yang nggak akan ketawa kalau dengar permintaan begituan. Kemudian, pada saat rambutnya dicukur, anak-anak gimbal ini dilempari beras kuning yang bercampur duit koin. Nah, nggak kebayang gimana sakitnya kalau sampai kepalanya kena timpukan duit koin tadi.

with all travelmates, pic taken from here *thx Jun ^^

0 c o m m e n t s:

Post a Comment

leave your footprint here and it will be my pleasure :)

newer post older post